Ada
sebuah wabah di Indonesia yang sepertinya sedang menggerogoti para pilot dan awak
pejabat negeri ini, wabah itu adalah korupsi. Korupsi adalah sebuah perilaku
menyimpang untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan hak orang lain
secara brutal, dengan nominal yang kecil maupun besar. Korupsi tidak lepas dari
politik, karena biasanya korupsi terjadi di kalangan berdasi.
Masalahnya, korupsi seperti sudah
meradang, dan sangat sulit untuk dihilangkan, karena pelaku tindak pidana ini
sudah terlena dengan keuntungan yang diraupnya. Sulit untuk dihilangkan, bukan
berarti tidak bisa dihilangkan. Korupsi itu seperti tikus, untuk membasminya
ada beberapa cara, dengan racun tikus ataupun lem tikus. Jika perumpamaan itu
adalah manusia, maka racun tikus adalah hukuman mati, sedangkan lem tikus
adalah hukuman seumur hidup. Tetapi,
bila kita cermati hukum yang ditegakkan di
Indonesia saat ini sangatlah suram. Terlihat dari wajah hukum merupakan
implikasi dari kondisi penegakkan hukum (Law Enforcement) yang monoton, dan
kalaupun hukum “ditegakkan”, maka penegakannya diskriminatif.
Praktik – praktik penyelewengan
dalam proses penegakan hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif,
jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat, dan Jaksa dalam
perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari – hari yang dapat
ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Tak perlu jauh memandang,
seorang koruptor dengan jumlah “curian” berbilang milyaran, bahkan triliunan
Rupiah, bisa jadi hanya divonis dengan kurungan penjara selama 5 sampai 6
Tahun. Tetapi sangat klise sekali ketika seorang nenek yang mencuri pepaya yang
tak berapa harganya dituntut kurungan 5 tahun penjara. Mencuri memang tidak
dibenarkan dengan alasan apapun, tetapi bentuk keadilan yang terlihat dari
tuntutan maupun vonis terhadap seorang nenek dengan nominal Rp. 5.000,- ,
adalah tidak sebanding dengan seorang terdakwa koruptor yang “mencuri”
bermilyar-milyar rupiah. Maka benarlah bahwa asas keadilan sudah mulai tertutup
oleh merahnya uang 100 ribuan dan gagahnya dasi yang tersimpul rapih.
Pelaksanaan Penegakan hukum yang “kumuh” di negeri ini
seperti yang pernah dideskripsikan seorang filusuf besar Yunani, Plato (427-347
SM) yang menyatakan bahwa “Hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu
menjerat yang lemah, tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar