Halaman

Senin, 10 Desember 2012

Wabah Korupsi!!


Ada sebuah wabah di Indonesia yang sepertinya sedang menggerogoti para pilot dan awak pejabat negeri ini, wabah itu adalah korupsi. Korupsi adalah sebuah perilaku menyimpang untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan hak orang lain secara brutal, dengan nominal yang kecil maupun besar. Korupsi tidak lepas dari politik, karena biasanya korupsi terjadi di kalangan berdasi.
            Masalahnya, korupsi seperti sudah meradang, dan sangat sulit untuk dihilangkan, karena pelaku tindak pidana ini sudah terlena dengan keuntungan yang diraupnya. Sulit untuk dihilangkan, bukan berarti tidak bisa dihilangkan. Korupsi itu seperti tikus, untuk membasminya ada beberapa cara, dengan racun tikus ataupun lem tikus. Jika perumpamaan itu adalah manusia, maka racun tikus adalah hukuman mati, sedangkan lem tikus adalah hukuman seumur hidup. Tetapi,
bila kita cermati hukum yang ditegakkan di Indonesia saat ini sangatlah suram. Terlihat dari wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakkan hukum (Law Enforcement) yang monoton, dan kalaupun hukum “ditegakkan”, maka penegakannya diskriminatif.
            Praktik – praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat, dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari – hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Tak perlu jauh memandang, seorang koruptor dengan jumlah “curian” berbilang milyaran, bahkan triliunan Rupiah, bisa jadi hanya divonis dengan kurungan penjara selama 5 sampai 6 Tahun. Tetapi sangat klise sekali ketika seorang nenek yang mencuri pepaya yang tak berapa harganya dituntut kurungan 5 tahun penjara. Mencuri memang tidak dibenarkan dengan alasan apapun, tetapi bentuk keadilan yang terlihat dari tuntutan maupun vonis terhadap seorang nenek dengan nominal Rp. 5.000,- , adalah tidak sebanding dengan seorang terdakwa koruptor yang “mencuri” bermilyar-milyar rupiah. Maka benarlah bahwa asas keadilan sudah mulai tertutup oleh merahnya uang 100 ribuan dan gagahnya dasi yang tersimpul rapih.

Pelaksanaan Penegakan hukum yang “kumuh” di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan seorang filusuf besar Yunani, Plato (427-347 SM) yang menyatakan bahwa “Hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah, tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar